Pertama-tama kita sebagai muslim/muslimah harus benar-benar memahami apa itu Idola. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, idola adalah orang, gambar, patung, dan sebagainya yang menjadi pujaan. Lebih detilnya, idola adalah sesuatu yang dijadikan tempat berharap, yang selalu dipikirkan, yang berpotensi bisa menyingkirkan posisi Allah SWT di hati seorang muslim/muslimah.

Setiap generasi atau era memiliki idolanya masing-masing. Di masa kini teknologi, uang dan seseorang yang karismatik telah berpotensi menjadi idola. All they care about is money, all they care about is looks, all they care about is the gadget.

Ada muslim yang bisa menangis karena gagal pergi haji, tetapi di sisi lain ada juga muslim yang menangis karena tidak bisa membeli ponsel seri terbaru. Juga ada muslim yang mengalami krisis spiritual karena tidak memiliki video game terbaru. Bahkan sampai ada muslim yang dengan sukarela meninggalkan agamanya hanya untuk memenuhi hasrat idola tersebut.

Padahal  hal yang paling menakutkan bagi seorang muslim/muslimah adalah ketika ia berdiri di hadapan Allah SWT dan harus menjelaskan tentang hadiah ‘La Ilaha Illallah’, menjelaskan tentang hadiah ‘Muhammadun Rasulullah SAW’. Hadiah yang telah diberikan dan ditanamkan dalam hati muslim/muslimah agar bertumbuh dari generasi ke generasi.

Kenyataannya sebagian besar muslim/muslimah terkadang lalai. Lupa menanamkan makna hadiah tersebut untuk generasi selanjutnya. Hal ini terjadi karena kebanyakan muslim/muslimah terlalu sibuk dengan hal-hal lain. Sehingga generasi berikutnya secara perlahan menjauh dari pemaknaan kata tauhid. Padahal, sekali lagi, hal itu akan ditanyakan oleh Allah SWT di hari penghakiman kelak.

اَلَمۡ يَاۡنِ لِلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ تَخۡشَعَ قُلُوۡبُهُمۡ لِذِكۡرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الۡحَـقِّۙ وَلَا يَكُوۡنُوۡا كَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡكِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُهُمۡ‌ؕ وَكَثِيۡرٌ مِّنۡهُمۡ فٰسِقُوۡنَ

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (Q.S. Al Hadid:16).

Kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Tidak sepatutnya jika seorang muslim/muslimah berpikir keluarganya telah memiliki imun terhadap godaan atau distraksi syaithon.

Apabila ada keluarga yang boleh merasa aman, tentu saja yang pertama adalah keluarga Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a. s. telah berhasil menjaga keluarganya. Dibuktikan dengan kisah Nabi Ismail a. s. yang dengan rela dan hati berserah kepada Allah SWT saat akan disembelih.

Namun Nabi Ibrahim a. s. tetap berdoa kepada Rabb-nya,

وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهِيۡمُ رَبِّ اجۡعَلۡ هٰذَا الۡبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجۡنُبۡنِىۡ وَبَنِىَّ اَنۡ نَّـعۡبُدَ الۡاَصۡنَامَؕ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.”

Jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala. Nabi Ibrahim a. s. berdoa agar anaknya dan cucunya serta cicit serta semua keturunannya tetap terjaga, tidak jatuh dalam penyembahan idol atau berhala.

Jelas adanya, bahwa ketika Nabi Ibrahim a.s. sudah menjadi seorang muslim, dan tentu saja adalah seorang Nabi Allah, tapi tidak menjamin bahwa ia dan keturunannya tak akan tergoda dalam penyembahan berhala. Untuk itulah beliau tetap memanjatkan doa, memohon penjagaan pada Allah SWT karena sejatinya Allah-lah yang menjaga hati hamba-hambaNya.

Sekarang yang perlu ditanya kedalam diri seorang muslim/muslimah adalah, bagaimana Islam atau tauhid bisa dipeluk dengan kesadaran penuh. Bukan hanya tentang mempraktikan ibadah lahiriah seperti sholat, puasa dan lain sebagainya. Namun juga kesadaran bahwa Allah SWT layak disembah sepenuh hati. Kesadaran bahwa di zaman sekarang, setiap anak terancam godaan hal-hal seperti game atau apapun yang membuat mereka enggan mengenal Allah lebih dalam.

‌ ۚ وَاِنۡ تُطِيۡعُوا اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ لَا يَلِتۡكُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِكُمۡ شَيۡـًٔــا‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ…

“… Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q. S. Al Hujurat : 14).